Indahnya Labuan Bajo tidak hanya sebatas laut. Tidak juga hanya sebatas Komodo yang dipuja dunia.
Tengoklah penggalan kisah manusianya yang hidup di sana. Manusia yang hidup di sana ya, bukan yang datang sekejap untuk berwisata. Bukan juga yang hadir untuk sekadar mengembangbiakkan harta karunnya. Tapi mereka, yang dikandung, dilahirkan, dan disusui di tanah Flores yang sangat menjanjikan itu.
Dengarlah curahan hati Suciati dan keluarganya, yang minum air berkapur. Juga anak-anak SD dengan cita-cita yang setinggi langit, meski belajar bersama sapi-sapi sekitar. Hampiri pula sederhananya warga di Pulau Rinca yang berdampingan dengan Komodo.
Ketimpangankah ini namanya? Apakah semuanya harus seperti mata uang dengan dua sisinya yang berbeda, satu di atas dan satunya di bawah? Apakah selamanya di balik riang tawa selalu ada air mata? Atau memang inikah ciri khas bangsa tercinta ini?
Namun terlepas dari itu, tempat ini sungguh menyejukkan hati. Kita harus belajar dari mereka untuk hidup dalam damai, meski meyakini Tuhan dengan cara yang beda dan menyembah dari tempat yang lain. Kita harus belajar, karena nada harmoni melantun kian nyaring dari sini.
Simak juga bagaimana jasa pahlawan daerah tidak akan lekang oleh waktu. Sungguh ku terkagum!
Pengalaman ini: bisa berjumpa langsung dan menulis kisah mereka, adalah anugerah yang tak terselami. Semoga dengan membaca buku “Lejong ke Labuan Bajo” ini, kalian mengerti maksudku.
Terima kasih Labuan Bajo telah memberikan banyak hal!
Ketut Efrata
0 komentar: